Selasa, 06 Mei 2014

April 2008



Sedetik kemudian, semuanya hitam. Tak butuh waktu lama, aku kembali merebut kesadarnku. Langit memang sedang cerah, matahari menatapku dengan terik. Tepat saat aku membuka mataku, beberapa langkah kaki mendekatiku. Tak terasa, panasnya aspal dimana ku tebaring sekarang sedang merambat masuk ke dalam tubuhku, perlahan, kucoba untuk bangkit.
Keadaan sekitar semakin ramai, sekarang aku telah duduk dan menguasai setengah badanku, otakku bekerja keras, apa yang sedang terjadi? Mataku masih sedikit kabur saat melihat adikku berdiri di sebrang jalan itu, menangis, dengan beberapa orang masih menuju ke arahnya. Kucoba mengingat kembali apa yang baru saja terjadi, hanya saja, terlalu letih tubuh ini untuk mengingat, seperti ada sebuah kegiatan di tubuhku ini yang tak kukendalikan, sebuah kegiatan penting sampai-sampai menguras hampir seluruh tenagaku. Hampir saja tubuh ini kembali jatuh, namun dengan sigap, tangan ini mengganjal, mencoba bertahan untuk tak lagi jatuh.
Namun dunia kembali hitam, dan tepat saat mataku kembali tebuka, aku berada di sebuah lorong. Suasananya dingin, sedingin manusia tanpa ruh, dengan aroma khas obat-obatan. Beberapa orang berlari disampingku, satu laki-laki dan dua perempuan. Semuanya memang belum terlalu jelas, namun aku bisa melihat hanya sang lelaki yang menggunakan baju coklat khas pegawai negeri sipil. Entah siapa dia. Namun dua perempuan ini yang berwajah santai damun sigap, berpakaian putih-putih, denan topi kecil menutupi jilbabnya yang juga putih. Lantai yang tak terlalu rata membuatku tergoncang diatas kereta dorong ini. Aku ingin bangun, namun sebuah suara mencegahku bersama sebuah tangan. Akupun kembali menutup mataku.
Aku tak merasakan seluruh tubuhku. Seakan ada gaya lain yang menekan kekuatan tubuh ini, beberapa orang dengan masker mengelilingiku, bapak berbaju coklat tadi sudah tak lagi terlihat. Langit-langit ruangan ini berwarna putih, dengan beberapa peralatan yag belum pernah kulihat sebelumnya, dindingnya juga tak terlihat, hanya sebuah tirai yang mengelilingi aku dan beberapa orang itu. Aroma obat-obatan kembali tercium, bahkan semakin tajam―alkohol. Samar aku mendengar jeritan adikku, dan suara perempuan yang mengatakan “Tak apa, ini hanya obat merah”. Aku sedikit tersenyum, bernalar bahwa adikku hanya terluka ringan. Tak tahu mengenai sebagian tubuhku yang masih saja tak bisa kurasakan.
Aku mendengar langkah kaki diluar―dua orang.
...

_Imperfect Harmonies
Sumber gambar :
http://www.googleplussuomi.com/timelinetest.php?googleid=101682734905774807138&limit=400&sort=best

Tidak ada komentar:

Posting Komentar