…
Sedetik
kemudian, semuanya hitam. Tak butuh
waktu lama, aku kembali merebut kesadarnku. Langit memang sedang cerah,
matahari menatapku dengan terik. Tepat saat aku membuka mataku, beberapa
langkah kaki mendekatiku. Tak terasa, panasnya aspal dimana ku tebaring
sekarang sedang merambat masuk ke dalam tubuhku, perlahan, kucoba untuk
bangkit.
Keadaan sekitar semakin ramai, sekarang
aku telah duduk dan menguasai setengah badanku, otakku bekerja keras, apa yang
sedang terjadi? Mataku masih sedikit kabur saat melihat adikku berdiri di
sebrang jalan itu, menangis, dengan beberapa orang masih menuju ke arahnya.
Kucoba mengingat kembali apa yang baru saja terjadi, hanya saja, terlalu letih
tubuh ini untuk mengingat, seperti ada sebuah kegiatan di tubuhku ini yang tak
kukendalikan, sebuah kegiatan penting sampai-sampai menguras hampir seluruh
tenagaku. Hampir saja tubuh ini kembali jatuh, namun dengan sigap, tangan ini
mengganjal, mencoba bertahan untuk tak lagi jatuh.
Namun dunia kembali hitam, dan tepat saat
mataku kembali tebuka, aku berada di sebuah lorong. Suasananya dingin, sedingin
manusia tanpa ruh, dengan aroma khas obat-obatan. Beberapa orang berlari
disampingku, satu laki-laki dan dua perempuan. Semuanya memang belum terlalu
jelas, namun aku bisa melihat hanya sang lelaki yang menggunakan baju coklat
khas pegawai negeri sipil. Entah siapa dia. Namun dua perempuan ini yang
berwajah santai damun sigap, berpakaian putih-putih, denan topi kecil menutupi
jilbabnya yang juga putih. Lantai yang tak terlalu rata membuatku tergoncang
diatas kereta dorong ini. Aku ingin bangun, namun sebuah suara mencegahku
bersama sebuah tangan. Akupun kembali menutup mataku.
Aku tak merasakan seluruh tubuhku. Seakan
ada gaya lain yang menekan kekuatan tubuh ini, beberapa orang dengan masker
mengelilingiku, bapak berbaju coklat tadi sudah tak lagi terlihat. Langit-langit
ruangan ini berwarna putih, dengan beberapa peralatan yag belum pernah kulihat
sebelumnya, dindingnya juga tak terlihat, hanya sebuah tirai yang mengelilingi
aku dan beberapa orang itu. Aroma obat-obatan kembali tercium, bahkan semakin tajam―alkohol.
Samar aku mendengar jeritan adikku, dan suara perempuan yang mengatakan “Tak
apa, ini hanya obat merah”. Aku sedikit tersenyum, bernalar bahwa adikku hanya
terluka ringan. Tak tahu mengenai sebagian tubuhku yang masih saja tak bisa
kurasakan.
Aku mendengar langkah kaki diluar―dua
orang.
...
_Imperfect Harmonies
Sumber gambar :
http://www.googleplussuomi.com/timelinetest.php?googleid=101682734905774807138&limit=400&sort=best
Sumber gambar :
http://www.googleplussuomi.com/timelinetest.php?googleid=101682734905774807138&limit=400&sort=best
Tidak ada komentar:
Posting Komentar