Kamis, 19 Juni 2014

Takdir kah?



 
















...
Lebih dari 7 juta Jiwa, berlalu lalang Di Sumatera Selatan, tersebar di 8,7 juta kilometer persegi, dan salah satunya, Aku. 561.458 orang, tergabung Dalam Musi Banyuasin, dan Aku salah satunya. 288.450 orang teridentifikasi sebagai laki-laki di kabupaten ini. Salah satunya, Aku. 54.630 pasang mata, berhamburan dalam kota ini, Sungai Lilin, dan salah satunya, Aku. Bergabung, melebur dengan 1.7 juta pasang kaki yang melangkah tak perduli, menekan bumi Palmebang, bersama hiruk pikuk suasana kota. Ramai dengan masalah dalam sudut-sudut kehidupannya. Tepatnya, 7.450.340 Jiwa, berlalu lalang Di Sumatera Selatan, dan salah satunya, Dia. 561.458 orang, tergabung Dalam Musi Banyuasin, dan Dia salah satunya. Lebih dari 118 juta Perempuan Di Indonesia, dan terus bergerak naik sejak sensus penduduk tahun 2010 silam. Terus merangkak naik, terbalut dalam lebih dari 230 juta manusia Di Indonesia. Bayangkan angka-angka itu. Aku adalah satu titik yang diam, terdiam mungkin lebih tepat atau seperti orang-orang biasa bilang, mati kutu. Lupakan angka-angka membungungkan tadi. Lupakan luas wilayah Sumatera Selatan, atau Palembang. Mari bermain dengan angka satu sampai sepuluh. Mari kita mulai.

Detik pertama, Langkahku terhenti, aku sudah masuk dalam mode berpikir, yang tak bisa dihitung oleh waktu. Entah berapa kecepatan syaraf-syaraf dari mata ke otak, entah berapa kecepatan otakku ini memproses sebuah gambar yang baru saja ditangkap mata, entah seberapa cepat syaraf-syaraf tubuh ini mengirim sinyal dari otak ke otot-otot kaki. Membuatnya berhenti tertahan kurang dari satu detik, satu seper sekian detik. Satu detik, telah lewat, aku mencoba berpikir spontan, melawan definisi mati kutu. Namun, apa yang harus kulakukan di saat-saat seperti ini? Masa lalu adalah masa lalu, permintaan terkhirnya adalah melupakan masa lalu. Kenapa semua kembali lagi, dalam satu detik itu. Aku mencoba tenang, kembali mengambil langkah maju, satu langkah. Bumi kembali diam. Tiga langkah lagi, setengah senti meter wajah itu bergeser. Dua langkah lagi, matanya masih tertutup, seperti slow motion, kelopak matanya perlahan membuka. Tiga detik telah lewat, Aku satu langkah di depanya. Kilat menyambar, mungkin untuk yang terakhir kalinya, tetesan hujan tak lagi turun, matahari muncul dibalik awan-awan mendung. Berusaha menyinari bumi, mengembalikannya pada cahaya. Satu langkah, tak benar-benar berhadapan memang, dia berdiri bersama payung merahnya. Kerudung coklatnya terlihat basah terkena terpaan angin yang membawa rintik hujan. Jangan tanya aku, aku basah kuyup.

Satu detik terakhir, mulut terkunci, muka tegang―dengan sedikit pemaksaan agar tetap normal. Pandangan mata secepat kilat, lebih tepatnya 3×10­8 Km/s. Aku melangkah maju, maaf. 7,2 miliar manusia. Entah mereka tersebar dimana. Entah apa yang mereka lakukan, entah apakah mereka pernah melakukan adegan aneh seperti ini, entah apakah mereka pernah membayangkan bagamana anehnya, entah sudah berapa canggung yang dibebankan spesial untukku hari ini, yang seharsunya dibagi menjadi beberapa canggung lagi dan dibagikan ke lima atau sepuluh orang lagi. Satu detik berlalu lagi, semua berakhir, entahlah, atau semua ini adalah puncak dari semuanya. Kaki kananku sempurna menapak semen trotoar jalan. Tepat disampingnya, bertolak arah. Aku tetap melihat ke depan, aku akan selalu melihat kedepan. Mengambil langkah kuat, mendorong tanah dengan kaki ini. Satu langkah, tanpa kata, tanpa senyum, tanpa jawaban, tanpa alasan, tanpa pengertian. Tanpa sadar, aku berbisik “Takdir kah?”
Tiga langkah sudah aku melewatinya, aku bergegas. Awan mendung ternyata lebih kuat, menekan sinar mentari siang ini, membuatnya tak pantas lagi disebut siang. Hilanglah semangatku. Aku pulang.
7,2 miliar manusia di bumi ini. Aku adalah sebuah titik yang menjauh dari pusat pertemuan, menikmati kesendirian. 7,2 miliar manusia, dan aku sendiriran.
...

Sumber Gambar:
http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2013/11/kartun-muslimah-payung-hujan.jpg
Edited with AdobePhotoshop
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgueUI2z3hssNrs2Sqp5tCeAdw0uHPN8YhOufvXvNRE0F_hB8dApAzfEomNvWlGrKWF02-n4Q1lGjVbbejAJ77dyAnTue9FuiDY6p02JYc-2YeIu1u29XcG1vm48Id9GmgeAhMTT7dk2xVR/s1600/hati3.jpg
Imperfect Harmonies_


...
Oh ya, Aku sempatkan mampir di ATM, memasukkan kartu dan pin, mengecek saldo, dan kembali menangis, dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar