Kamis, 17 April 2014

16 Februari 2014



Flashback, memori indah masa lalu. Ketika namamu masih terlalu asing, ketika lidah masih terasa kaku walau hanya untuk satu kata, ketika jari tak kuasa menekan tombol send. Ketika kita masih menikmati masa indah, aku dengan diriku, dan engkau dengan dirimu. Waktu itu, tiga tahun lalu, kalau ingatanku masih bisa dipercaya. Sekedar mengingat masa menjadi penguasa sekolah, menjadi kakak tertinggi, kelas tiga. Tangan dan kaki ini mulai terasa bebas melangkah, dan kameraku sudah terlalu liar mengarah ke guru-guru dan teman sekelas. Iseng, membuat sebuah memorial yang akan membentuk senyumku saat mengingat masa-masa itu. Ya, masa dimana namaku masih terlalu asing untuk kau dengar, dan wajahmu masih terlalu sulit kuhafal. Kembali ku swipe layar smartphone ku, menampilkan slide-silde senyum kecilmu. Walau memang tak sengaja kuambil, dan semakin terlihat indah. Sebagai seorang lelaki normal, tertarik dengan adik kelasnya, kelas tiga dan kelas satu. Kelas satu masih terlalu canggung, kelas tiga terlalu bebas. Memang kurang pas, dan mungkin tak akan berlanjut. Dalam waktu satu tahun, bahkan mungkin kurang, kucoba mencari sebuah kesempatan. Namun, sampai saat terakhir-pun, masih tak sempat saja untuk surat ini tersampaikan, untuk lagu ini kunyanyikan khusus. Masa SMA, masih terlalu kaku, masa kelas satu, menjadi canggung kembali. Semua yang tertinggal di SMP hanyalah beberapa digit nomer, dan lembaran kenangan. Menggantung tanpa kejelasan. Aku melanjutkan hidupku, dan engkau-pun sama. 

Hari-haripun kembali sepi, hanya dengan ditemani getaran-getaran kecil dari message whatsapp yang kau kirimkan. Rasanya memang kurang, namun apalagi? Selain hanya beberapa digit huruf, atau kumpulan dot-dot pixel yang membentuk gambaran sekitar, menambah referensi otak ini untuk terus berimajinasi. Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Akupun terus bertahan dengan ketidakjelasan ini, walau sekuntum mawar merah telah kukirimkan, namun otak ini masih saja berdalih, menolak. Dan lagi-lagi, waktu berjalan begitu cepat, tiga tahun telah terlewati, lagi. Dan kaupun kembali menjadi orang asing. 

Yang terjadi sekarang ini seperti dua orang yang pernah masuk dalam satu kardus yang sama, lalu keluar mencari kardus lain, dan akhirnya ingin kembali masuk ke kardus yang dulu. Tetap, memang masih ada senyuman yang tertulis di kotak selanjutnya. Aku dengan tawaku, dan kamu dengan senyummu sendiri. Namun jika bisa disamakan dalam waktu itu, tawaku atau senyummu belum se-lepas ketika kita masih bersama. Merasa ada yang kurang, namun terus saja berkata tak apa. Bukankah kita memang hebat, tapi mungkin, akulah yang terhebat, untuk bohong pada diri sendiri.

_Imperfect Harmonies

Tidak ada komentar:

Posting Komentar