Kamis, 17 April 2014

Sabtu, Saat itu, 12 April 2014

Bingung, reaksi apa yang paling tepat untuk saat ini. Senang kah? Sedih kah? Semua anggapan sampai saat ini belum cukup untuk dijadikan data penting, semua yang tertulis baru sebuah intipan di lubang kunci. Tapi saat itu, memang sangat jelas, hampir saja membunuh sebuah jiwa. Awal, mungkin. Kau terlihat senang, aku juga melihatnya tersenyum, aku beranggapan bahwa semuanya baik-baik saja. Untuk saat ini, dibalik semua ideologi yang kuprediksi sebelumnya. Fakta sudah menunjukkan sebuah ketertarikan dan reaksi yang baik, jika memang itu kehendakmu. Atau lagi-lagi, hanya anggapan dari ego yang sudah terkontaminasi. Akhirnya, semua puisi, syair, dan link itu hanya tertahan dibatas kotak kecil berdebu. Sampai akhir.

Akhirnya.

Sampai saat-saat terakhir, hanya secarik kertas kulayangkan dibawah ayat itu. Yang isinya pun tidak jelas, hanya sebuah spontanitas dari hukum newton 3, aksi reaksi. Aksi yag bagus, reaksi sempurna, seharusnya jika dipikirkan dengan matang. Dengan logika, dengan waktu, dengan data-data itu. lagi-lagi ketidakseriusan membawaku ke secarik kertas itu. Lagi-lagi mengakibatkan rasa canggung berlebihan, rasanya ingin menjauh dan terus menjauh. Aku memang selalu menjauh, namun rasanya belum cukup. Akhirnya berpura-pura, menjadi orang lain dengan hanya merubah sedikit. Namun setelah semuanya terjadi, aku bahkan tak mengenal diriku lagi. Dan mempertanyakan tindakan-tindakan bodoh yang selama ini kulakukan. Jika memang sebenarnya yakin dan benar-benar bisa dipercaya, akan kubuang logika ini. Dan benar-benar menjadi seorang anak kecil yang selalu tersenyum. Hanya sekali lagi, aku mencoba untuk dewasa, dengan secarik kertas ini.

Satu langkah lagi, aku melanggar janji pada diriku sendiri. Berada di ujung jurang ini membuatku takut untuk terus melangkah kedepan, dan sudah terlalu siang untuk kembali pulang. Akupun terdiam, membeku, menunggu seseorang datang dengan sebuah reaksi. Dan ya, kau datang. Walau hanya beberapa detik. Maka benarlah, semakin besar aksi, akan semakin besar juga rekasi. Dan mulailah hati ini bergumam, jika secarik kertas itu dapat membuatmu mendatangiku beberapa detik. Bagaimana dengan sebuah novel, puisi, atau syair-syair indah yang kubuat dengan serius, bertahun-tahun lamanya. Kuharap akan ada waktu itu, saat berhadapan denganmu, saat dimana dunia diam, dan aku tak lagi bisa mengeluarkan satu katapun. Saat kau lebih diam, dan juga merasa canggung. Terus-menerus melirik jam, saling menunggu dan menebak-nebak. Memandang kedepan, lalu tertunduk secepat kilat. Kembali mencoba berkata-kata, namun terkatub, terhenti di tenggorokan. Menggerak-gerakkan jari, mengetuk meja, membiarkan detik waktu berlalu begitu lambat. Menghela nafas, memandang langit-langit, memperhatikan sekitar. Lalu berdeham. Masih dalam keadaan diam, dan canggung yang benar-benar menghajar mentalitas. Sedikit mengangkat tubuh, dan tak lagi menyentuh sandaran kursi itu. kembali berdeham, lalu berkata dengan lirih. “Terimakasih, sudah menjadi bagian dalam ceritaku”


Semoga hanya mimpi.


_Imperfect Harmonies

Tidak ada komentar:

Posting Komentar