Kamis, 24 April 2014

Bakauheni - Merak



Matahari sudah di batas pandangan mata, meninggalkan sinarnya yang bersembunyi dibalik awan tebal itu. keadaan sekarang masih sangat labil, semuanya bergerak. Bahkan selatan menjadi arah lain bagi kami. Meninggalkan langit yang masih setia untuk diam dan menemani. Saat langit kemerah-merahan itu hilang. aku kembali melanjutkan hidup.
Langitpun berganti menjadi sebuah hamparan bintang, dalam sebuah kanvas hitam. Begitu bersih, tanpa ada awan yang menutupi. Bulanpun tak malu untuk menampakkan keindahannya, meski hanya setengah cahayanya yang bisa kunikmati. Angin segar has lautan, yang membuat beberapa orang pusing menghirupnya, bukan menjadi masalah bagiku untuk terus menulis. Terlihat mewah di seberang sana, lampu-lampu kota menerangi dunia hingga ke langit, yang dibiaskan kembali oleh gumpalan awan itu. Memberikan sebuah lukisan indah, perpaduan antara hitam dan kuning kemerahan.
Tak terasa, sudah terlalu jauh darinya. Lagi-lagi sebuah perpindahan. Walau sepertinya hanya sementara, namun setiap perpisahan selalu saja meninggalkan kenangan buruk sekecil apapun. Dan sepertinya, yang paling parah adalah duri kecil ini selalu terbawa dalam aliran darah. Meninggalkan luka-luka kecil selama masih berjarak. Tak kan sembuh. Rasanya memang agak lain, ketika senyum itu sudah menjadi sangat asing, saat keadaan sekitar tak berasa seperti biasanya. Asing, dunia sekarang terlalu sempit, dari anggapan-anggapan yang ada. Mencoba memutar logika, dan terus menulis, aku dihadapkan oleh satu masalah kecil. Ide. Ya, kehilangan inspirasiku untuk menulis. Saat kau tak berada di sekitarku, rasanya aku kehilangan alasan untuk menulis. Hanya saja, aku terus ingin mencoba, tak dikalahkan oleh jarak. Dan apa yang bisa aku lakukan, ketika semua sumber cahaya tak kuat lagi menembus. Saat berhenti menulis, mereka berkata, cobalah sesuatu yang baru. Dan benarlah, semakin baru inspirasiku, semakin renggang tangan ini berjabat. Selalu tak ada pilihan lain, selain jalan kembali pulang. Dan membiasakan apa yang sudah biasanya kita rasakan. Canggung. Masih, aku masih bisa ters berpura-pura, begitupun dengannya. Mungkin hanya itu yang membuat kita tahan untuk terus bersama, menjadi orang lain yang belum pernah kita kenla sebelumnya. Sebenarnya, aku juga bisa berpura-pura berani, dan menuliskan cerita baru, butuh beberapa kali otak ini mengatur rencana, walau tak sehebat Conan Doyle atau Ryuzaki, setidaknya semua ini sangat masuk akal. Memag terkadang, kita ini seperti karang dan ombak, selalu bermusuhan, saling menghancurkan. Namun aku melihat keindahan diantara pecahnya ombak, dan terkikisnya karang. Yang kutau, hal-hal seperti ini hanya menguatkan ikatan hati kita, yang kembali menebak-nebak. Mungkin hanya itu, satu-satunya alasan aku dapat mengakhiri cerita ini dengan sebuah titik, dan akan kulanjutkan dengan sebuah paragraf baru.
Matahari sudah kembali bersinar, ketika pena ini selesai menuliskan satu kalimat di lembar baru ini. Udara jawa membuat tinta di kertas ini semakin cepat mengering, angin laut yang berhembus pelan, menyingkap kerinduanku ke tanah jawa. Matahari bersinar ternag, menawarkan kehangatannya, mengingatkanku pada hari-hari sebelum mengenalmu, sebelum semuanya terjadi. _____________


_Imperfect Harmonies

Tidak ada komentar:

Posting Komentar