Matahari sudah di batas pandangan mata,
meninggalkan sinarnya yang bersembunyi dibalik awan tebal itu. keadaan sekarang
masih sangat labil, semuanya bergerak. Bahkan selatan menjadi arah lain bagi
kami. Meninggalkan langit yang masih setia untuk diam dan menemani. Saat langit
kemerah-merahan itu hilang. aku kembali melanjutkan hidup.
Langitpun berganti menjadi sebuah hamparan
bintang, dalam sebuah kanvas hitam. Begitu bersih, tanpa ada awan yang
menutupi. Bulanpun tak malu untuk menampakkan keindahannya, meski hanya
setengah cahayanya yang bisa kunikmati. Angin segar has lautan, yang membuat
beberapa orang pusing menghirupnya, bukan menjadi masalah bagiku untuk terus
menulis. Terlihat mewah di seberang sana, lampu-lampu kota menerangi dunia
hingga ke langit, yang dibiaskan kembali oleh gumpalan awan itu. Memberikan
sebuah lukisan indah, perpaduan antara hitam dan kuning kemerahan.
Tak terasa, sudah terlalu jauh darinya. Lagi-lagi
sebuah perpindahan. Walau sepertinya hanya sementara, namun setiap perpisahan
selalu saja meninggalkan kenangan buruk sekecil apapun. Dan sepertinya, yang
paling parah adalah duri kecil ini selalu terbawa dalam aliran darah.
Meninggalkan luka-luka kecil selama masih berjarak. Tak kan sembuh. Rasanya
memang agak lain, ketika senyum itu sudah menjadi sangat asing, saat keadaan
sekitar tak berasa seperti biasanya. Asing, dunia sekarang terlalu sempit, dari
anggapan-anggapan yang ada. Mencoba memutar logika, dan terus menulis, aku
dihadapkan oleh satu masalah kecil. Ide. Ya, kehilangan inspirasiku untuk
menulis. Saat kau tak berada di sekitarku, rasanya aku kehilangan alasan untuk
menulis. Hanya saja, aku terus ingin mencoba, tak dikalahkan oleh jarak. Dan
apa yang bisa aku lakukan, ketika semua sumber cahaya tak kuat lagi menembus. Saat
berhenti menulis, mereka berkata, cobalah sesuatu yang baru. Dan benarlah,
semakin baru inspirasiku, semakin renggang tangan ini berjabat. Selalu tak ada
pilihan lain, selain jalan kembali pulang. Dan membiasakan apa yang sudah
biasanya kita rasakan. Canggung. Masih, aku masih bisa ters berpura-pura,
begitupun dengannya. Mungkin hanya itu yang membuat kita tahan untuk terus
bersama, menjadi orang lain yang belum pernah kita kenla sebelumnya.
Sebenarnya, aku juga bisa berpura-pura berani, dan menuliskan cerita baru,
butuh beberapa kali otak ini mengatur rencana, walau tak sehebat Conan Doyle
atau Ryuzaki, setidaknya semua ini sangat masuk akal. Memag terkadang, kita ini
seperti karang dan ombak, selalu bermusuhan, saling menghancurkan. Namun aku
melihat keindahan diantara pecahnya ombak, dan terkikisnya karang. Yang kutau,
hal-hal seperti ini hanya menguatkan ikatan hati kita, yang kembali menebak-nebak.
Mungkin hanya itu, satu-satunya alasan aku dapat mengakhiri cerita ini dengan
sebuah titik, dan akan kulanjutkan dengan sebuah paragraf baru.
Matahari sudah kembali bersinar, ketika
pena ini selesai menuliskan satu kalimat di lembar baru ini. Udara jawa membuat tinta di kertas ini
semakin cepat mengering, angin laut yang berhembus pelan, menyingkap
kerinduanku ke tanah jawa. Matahari bersinar ternag, menawarkan kehangatannya,
mengingatkanku pada hari-hari sebelum mengenalmu, sebelum semuanya terjadi.
_____________
_Imperfect Harmonies
Tidak ada komentar:
Posting Komentar