Sabtu, 15 November 2014

Studi F

Yang ternyata kehidupan ini adalah sebuah masalah. Pembelajaran-pembelajaran dari keraguan-keraguan mendasar, dan cara berpikir mendasar, mencoba mencari solusi paling mendasar. Tanpa percobaan atau praktek. Namun, dari mana datangnya solusi, jika yang ada hanya masalah? Logika. Ketika fenomena masalah sudah menjadi tuntutan agar pemecahan dapat dijadikan solusi. Pemikiran, karena jika solusi datang dari argumentasi “menurut” dan alasan-alasan yang “saya” berikan. Bukankah akan sangat mudah jika kita juga mengutarakan menurut “kita” dan cara-cara yang “mereka” ajukan? Kalau saja semua pemecahan hanyalah otak-atik kata, yang tentu dihasilkan dari studi pemikiran. Apakah ada yang disebut dengan pencipta solusi? Pemikir? Walau sebenarnya juga akan merasa salah, jika menggunakan kata-kata “mencipta”. Menjurus langsung kepada Tuhan. Eksistensi, bukankah kita sudah terlalu bebas berpikir? Jika kita memang dibebaskan untuk berpikir, menggunakan dengan maksimal yang kita sebut dengan “akal”. Apakah tujuan sebenarnya dari kebebasan akal ini? Kalau memang arti dari sebuah solusi adalah rasa. Mengapa harus dengan cara yang ternyata menjurus kepada ketidakmampuannya kita untuk berperasaan? Saat akal yang bekerja, yang ternyata hanya menciptakan sebuah kata yang pas untuk hidup kita, bukan lagi mencari solusi, namun kepuasan rasa. Itukah alasan sebenaranya? Semua yang biasa disebut pemikiran secara mendasar, adalah bagaimana kita mampu membuat sebuah rasa? Pikir, pikir. Jika kebebasan ini tak ada lagi, kata random, disorder, erratic, atau kata-kata tak beraturanpun akan musnah.
Dan aku sebagai manusia, sebagai seorang yang berjalan penuh dengan keinginan untuk mengetahui apa yang kembali berjalan di sekelilingku. Aku sebagai pertanyaan kenapa dan bagaimana. Aku sebagai seorang yang puas berkata “oooh". Aku yang bebas berkata bahwa inilah yang tebak, dan menyalahkan yang lain. Aku yang menjadi tuhan bagi diriku sendiri. Inikah yang disebut dengan mendasar? Maka tujuh miliar tuhan di bumi ini benar-benar akan mengalami kehancuran. Mungkin hanya tujuh puluh ribu hamba yang memahami bahwa tuhan bukanlah tentang eksistensi, namun peran yang mewakili “eksistensi”. Teriaki aku ketika salah, berikan ujian ketika aku telah siap untuk naik, beri aku masalah saat aku belum mengerti, beri aku solusi sehingga aku tetap pada jalan-Mu.
Jadi, apakah itu Pemikiran Mendasar? Apakah sama seperti petunjuk penggunaan yang telah diterbitkan oleh “Pencipta” kita sebelumnya?