Jumat, 19 Desember 2014

Far - Masa Depan



...
Sore memang indah, Jingga merah menyiram angkasa. Hujan sedang libur, biasanya sore setelah Ashar gerimis sudah mulai turun, namun hari ini cuaca cerah seharian. Saking cerahnya, cahaya itu masuk menembus kulit, menyusuri lorong-lorong hati. Sampai ke bagian paling gelap, membuatnya terang. Sebenarnya bukan tanpa alasan. Akan bagaimana rasa hati, kalau sebuah keinginan terpenuhi. Bagaimana sih rasa hati, kala rindu semi merekah. Teringat masa-masa indah, dahulu.
Bertemu seorang sahabat karib memang menyenangkan, membahas masa lalu, menyemangati keadaan hari ini, berdoa untuk masa depan. Waktu memanglah sempit, melesat bagai butir air yang terus jatuh hancur ditampar peluru yang melesat. Sebenarnya bukan masalah, apalagi yang telah lalu. Dia datang, sumringah sekali wajahnya, menyempal kesenangan di setiap sudut wajahnya. Kami berpelukan, mengikat lebih erat sebuah tali yang sudah rumit, meski selalu menjadi sederhana ketika pertemuan ini. Pertemuan ini bukanlah yang pertama kali, namun ada sebuah hal spesial dari hari ini yang membuatnya pantas memberikan kenangan-kenangan pertama.
                “Oh, kamu tidak sendiri Far?” Langsung saja.
                Pintu mobil terbuka, seseorang turun dengan anggun. Terlihat hijab-nya menutupi sampai ujung kakinya. Lima detik kemudian, Far sudah menggandeng istrinya. Bercadar hitam, dengan pandangan yang selalu menunduk―suci terjaga.
                “Silahkan masuk teman lama, anggap saja rumah sendiri. Maaf, memang kurang rapi. Kamu tahu sendirilah, kehidupan orang-orang yang sendiri”.
Entah perasaan apa ini, tapi jelas aku bahagia melihat teman lamaku ini ternyata sudah memiliki sebuah sumber kebahagiaan baru. Meski dalam lubuk hati ini, iri juga melihatnya. Aku yang lebih tua dua tahun dengannya malah sibuk―menyibukkan diri dengan pekerjaan, menenggelamkan diri, membutakan dari hiruk-pikuk sosial.
“Tidak usah repot-repot Mas.” Jawab Far ketika aku menawarinya membuat minuman. Hampir bersamaan, gerbang depan berderit terbuka. Ibu kontrakan rumahku melangkah mendekati pintu yang masih terbuka. Maka demi melihat Far yang sudah dewasa, bersama istri cantiknya, Ibu Yuyun langsung mengambil alih ruangan. Bagaimana tidak, demi melihat Far―mantan anak asuhnya dulu saat kami masih tinggal di atap yang sama. Maka dimulailah percakapan hangat tentang Far dan istrinya.

...

_ImperfectHarmonies

Tidak ada komentar:

Posting Komentar